Lelah

pengen beresin satu-satu.. selalu berharap kalau kayanya udah sampai di ujung terowongan.. tapi ternyata satu aja ga beres-beres. Belum beres juga eh dateng yang lainnya..

pengen minta malam yang kaya gini ga sering-sering boleh ga? Tidur dengan keadaan harus setengah sadar karena takut kelewat panggilan itu ternyata cukup melelahkan…

Forgive, (and/but not) forget

Dua hari lalu aku buat IG Story yang intinya menanyakan kalau bagi teman-temen, memaafkan itu sama dengan melupakan ga sih? Or is it different package? Forgive is one thing, forget is a whole other story?

Jawabannya kebagi dua. Ada yang bilang mereka harusnya sepaket, kalau belum melupakan berarti belum dimaafkan. Ada yang bilang beda paket. Maaf ya maaf. Lupa lain cerita. Ada yang bilang maunya ga lupa, tapi lama-lama lupa (hahaha)

Tapi dari jawaban-jawaban mereka, ada satu nada yang jawabannya mirip, yang aku ko suka banget. Kalau memaafkan itu ga buat lupa, tapi begitu kamu tengok kembali ke masalah itu, hal itu ga menimbulkan lagi perasaan nyelekit atau ga nyaman. Emosinya sudah flat.

Satu jawaban dari temanku yang membekas, memaafkan justru adalah proses mengingat. Ingat kejadiannya, tapi secara hati sudah melapangkan.

I think this answer hits me just right.

Coincidentally, yang mana aku yakin takdirnya Allah untukku, besoknya ada sebuah kajian dari salah satu Ustadzah favorit aku. Temanya “Mudahnya Memaafkan Tapi Sulit Melupakan”. Like whaat, sesayang itu Allah sama aku langsung dikasih jawaban dari pertanyaanku knocking to my door like that, Alhamdulillah..

Dari situ beberapa hal yang kucatat dan kustarmessaged di lubuk hati terdalam adalah, mungkin orang itu dan masalah kamu adalah jalan yang diberikan Allah untuk mencapai surgaNya. Dan mau sebesar apapun rasa sakit hatimu, selama Allah masih sayang sama kamu, selama Allah ga marah sama kamu, percayalah itu gak apa-apa.

Cukuplah Allah sebagai pelindung bagiku.

Lalu, aku berpikir lagi.

Kita memang harus memaafkan dan melupakan

Bukan.. Bukan untuk orang tersebut

Tapi justru untuk kita sendiri

We deserve to forgive

We deserve that chance

And move on

I’m Back!

Bentar-bentar, ko binun sama tampilan barunya hahaha..

How’s blog lifeee? Dah lama ga isi, pas iseng buka ternyata masih ada yang mampir ke blogku walau ga banyak. Rada kaget juga.

Halo buat yang masi suka nyasar ke sini, mungkin karena search engine google (mudah-mudahan ketemu yang dicari yah, ga nyesel hahaha), mungkin karena klik link dari Blog orang lain, mungkin aja kamu (uhuk, iya kamu!) Mudah-mudahan aku bisa rajin nulis lagi yaa. Karena twitter dan IG terasa semakin gaduh. hihi..

Be right baccck!

is it Hard to be a Mommy?

Halooo dah lama banget iiih ga nengokin blog (ngomong sama ruang kosong). Emang yaa, sosmed/microblogging membuat kita kehilangan ketekunan untuk menulis lebih banyak lewat blog, pun membuat orang juga pada malas membaca blog jugha. Huhu..

Aku kembali karena Kinanti semalam mengucapkan sebuah kalimat yang manis sekali, jadi aku mau merekamnya di sini. For me to remember when the going gets tough. hehehe…

(percakapannya memang dilakukan dalam Bahasa Inggris ya ini)

K: Mommy, is it hard to be a Mommy?

I: Well, when it’s hard it’s hard. But when it’s easy it’s easy.

K: For me it’s haaard.

I: Really? Why?

K: first, you have to take care of us. You have to buy our stuffs, books, clothes.

Second, you are the only one who can give us milk (kayaknya ini maksudnya breastfeed)

Third, you are pregnant with us and keep us in your belly.

Fourth, you got to decide, which one is our needs and which one is our wants. (ini gue nahan ketawa dengernya)

I: Hey where do you learn all of those things?

K: *chuckles That’s why I think it’s hard to be you. You have to work (meragain orang kerja) and then you have to take care of us. Haaard..

Hatiku berbunga-bunga mendengarnya. Dasar si Little Old Soul.